GUSTI MBOTEN SARE

 


Ditengah kesibukan dunia yang tak ada habisnya, apakah Tuhan punya waktu untuk mendengar setiap keluh kesah dan permohonan kita? Pertanyaan menggelitik ini mungkin sering muncul, apalagi ketika kita merasa doa-doa kita seolah tak kunjung terjawab, atau ketika kita mengulang permintaan yang sama berkali-kali. “Jangan-jangan Tuhan bosan,” begitu bisik hati kita. Namun, mari kita coba renungkan lebih dalam.

Menurut ajaran Gereja Katolik, konsep “bosan” seperti yang kita alami sebagai manusia, tidaklah berlaku bagi Tuhan. Mengapa demikian? Karena Tuhan adalah Pencipta yang sempurna, Ia tidak terikat oleh keterbatasan manusiawi seperti rasa lelah, jemu, atau bosan. Bayangkan saja, Dia yang menciptakan alam semesta dengan segala kerumitannya, tentu memiliki kapasitas yang tak terbatas pula dalam hal perhatian dan kasih.

Salah satu hal indah dalam iman kita adalah keyakinan bahwa “Gusti Mboten Sare” (Tuhan tidak tidur) dan Tuhan tidak pernah jemu mendengarkan kita. Ungkapan "Gusti Mboten Sare" yang berarti "Tuhan tidak tidur" dalam bahasa Jawa, adalah sebuah ungkapan yang kaya makna dan sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Ungkapan ini melambangkan kepercayaan bahwa Tuhan selalu terjaga dan menyertai kita dalam segala keadaan, serta tidak pernah tidur atau lengah dalam mengawasi dan memberikan pertolongan. Tak peduli seberapa sering kita datang kepada-Nya dengan permintaan yang itu-itu saja, atau mungkin dengan keluhan yang sama berulang kali, pintu-Nya selalu terbuka. Seperti seorang sahabat terbaik yang tak pernah lelah mendengar curahan hati kita, demikianlah Tuhan. Setiap kata yang terucap, bahkan yang hanya berupa bisikan dalam hati, sampai kepada-Nya.

Lebih jauh lagi, Tuhan tidak pernah lelah untuk memberikan ampunan dan kasih sayang-Nya. Kita mungkin sering jatuh dalam kesalahan yang sama, merasa malu untuk kembali berdoa. Namun, kasih Tuhan jauh melampaui pemahaman kita. Ia selalu siap menyambut kita kembali dengan tangan terbuka, menawarkan pengampunan dan kekuatan baru. Ingatlah bahwa setiap langkah kita untuk kembali kepada-Nya adalah sumber sukacita bagi-Nya.

Dalam hidup ini, pasti ada saat-saat di mana kita merasa begitu tertekan, sedih, atau bahkan marah. Dan seringkali, sasaran curahan hati kita adalah Tuhan. Mungkin kita bertanya, “Tuhan, mengapa ini terjadi padaku?” atau “Sampai kapan aku harus menunggu?” Percayalah, Tuhan mendengarkan setiap keluhan itu. Dia memahami kerapuhan kita sebagai manusia. Dia tidak menghakimi, melainkan menyertai kita dalam setiap proses yang kita lalui. Kadang, jawaban atas doa kita bukanlah apa yang kita harapkan, namun percayalah bahwa Dia selalu memberikan yang terbaik menurut rencana kasih-Nya.

Pada hakikatnya, doa adalah komunikasi dengan Tuhan. Ini bukan sekadar daftar permintaan, melainkan sebuah dialog dari hati ke hati. Melalui doa, kita mengungkapkan kebutuhan, harapan, sukacita, syukur, bahkan ketakutan kita kepada-Nya. Doa adalah cara kita membangun relasi yang lebih intim dengan Sang Pencipta, mengakui ketergantungan kita kepada-Nya, dan merasakan kehadiran-Nya dalam hidup kita.

Satu hal yang pasti, “Gusti Mboten Sare” (Tuhan tidak tidur) dan Tuhan akan selalu hadir. Dia tidak pernah jauh, bahkan ketika kita merasa tersesat, sendirian, atau sangat kecil di tengah dunia yang luas ini. Kehadiran-Nya melingkupi segalanya. Entah kita berdoa di gereja yang megah, di kamar yang sunyi, atau bahkan di tengah keramaian, Dia ada di sana, mendengarkan setiap bisikan hati kita. Tidak ada doa yang terlalu kecil atau terlalu sepele

Ketika kita berdoa, sesungguhnya kita sedang menunjukkan sebuah tanda kasih sayang dan pengakuan bahwa kita membutuhkan Tuhan. Doa adalah wujud kerendahan hati, di mana kita mengakui bahwa ada kekuatan yang lebih besar dari diri kita sendiri, yang sanggup menolong, menguatkan, dan membimbing kita. Ini adalah bukti bahwa kita menyadari betapa berharganya kasih dan penyelenggaraan ilahi dalam perjalanan hidup kita.

Jadi jangan pernah ragu atau merasa segan untuk berdoa. Buang jauh-jauh pikiran bahwa Tuhan akan bosan atau lelah mendengar kita. Sebaliknya, Dia merindukan setiap sapaan dan curahan hati kita. Setiap doa, sekecil apapun, adalah melodi yang indah di telinga-Nya. Teruslah berdoa, karena Tuhan selalu mendengarkan dan menanggapi setiap doa kita dengan kasih dan kasih sayang-Nya yang tak terbatas. Dia adalah Bapa yang penuh pengertian, Sahabat yang setia, dan Penolong yang tak pernah mengecewakan.

Di satu sisi, kita sering kali tidak sabar menunggu jawaban atas doa-doa kita; atau kita kecewa manakala jawabannya tidak sesuai yang diharapkan. Kita mau pada saat kita berdoa, Tuhan menjawabnya segera dan jawaban-Nya sesuai yang kita minta. Padahal, yang kita minta belum tentu itu yang kita butuhkan; sementara Tuhan hanya akan memberi yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Lagi pula, jangan mengira bahwa doa melulu soal permintaan. Tidak. Doa juga tentang syukur dan pujian. Dan, satu lagi, doa adalah jembatan yang menghubungkan antara kita dengan Tuhan. Semakin sering kita 'menggunakan' jembatan ini, semakin kuat dan dekatlah hubungan kita dengan-Nya. Dengan kata Iain, sedekat apa hubungan kita dengan Tuhan, itu dapat diukur dari seberapa sering kita berdoa kepada-Nya. Jangan bilang dekat dengan Tuhan kalau kita jarang berdoa. 

Dalam Kisah Para Rasul, Santo Stefanus, yang oleh Lukas dalam diperkenalkan sebagai 'seorang yang penuh iman dan Roh Kudus' menunjukkan kedekatannya dengan Tuhan lewat doanya. Ketika dia menghadapi risiko besar — antara hidup dan mati — dia memilih untuk menatap ke langit dan berdoa: "Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku." Kemudian dia berlutut serta memohon kepada Tuhan untuk tidak menghukum para algojo yang hendak membunuhnya: "Tuhan janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" Begitu pula dalam Injil, Yesus diceritakan sedang berdoa. Doa-Nya mencerminkan kedalaman hubungan-Nya dengan Bapa-Nya di surga. 

Nah, jika Yesus saja mengambil waktu untuk berdoa, maka sudah seharusnya kita, para pengikut-Nya, mengikuti contoh-Nya. Doa memungkinkan kita memohon kasih, hikmat, dan bimbingan-Nya dalam setiap aspek kehidupan kita. Dengan berdoa, kita tidak hanya menyampaikan kebutuhan dan harapan kita, tetapi juga menyatukan hati dan pikiran kita dengan kehendak-Nya. 

Percaya saja bahwa “Gusti Mboten Sare” – Berkah Dalem - @memet_johan


Komentar

Postingan populer dari blog ini

EKOTEOLOGI; Harmoni Antara Spiritualitas dan Lingkungan

KASIH DALAM KEBERAGAMAN

MENJADI KATOLIK, MENJADI INDONESIA