MENJADI KATOLIK, MENJADI INDONESIA
Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang
ke 80 Tahun 2025 mengambil tema Bersatu Berdaulat,
Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju. Tanggal
17 Agustus adalah momen sakral bagi setiap anak bangsa untuk mengenang kembali
jasa para pahlawan dan merenungkan makna kemerdekaan. Sebagai umat Katolik,
bagaimana seharusnya memandang kemerdekaan ini? Apakah kemerdekaan hanya
sebatas bebas dari penjajahan fisik, atau ada makna spiritual yang lebih dalam?
Dan bagaimana Gereja Katolik mengajarkan kita untuk menghargai dan mengisi
kemerdekaan, bukan hanya sebagai warga negara yang baik, tetapi juga sebagai
murid-murid Kristus?
Menjadi Katolik, Menjadi Indonesia
Jika ditengok ke belakang, peran Gereja Katolik dalam
perjuangan kemerdekaan Indonesia bukanlah sesuatu yang dapat diabaikan. Jauh
sebelum kemerdekaan diproklamasikan, Gereja Katolik sudah hadir dan aktif dalam
membantu masyarakat pribumi. Para misionaris, pastor, dan kaum awam Katolik
berjuang melalui jalur pendidikan dan sosial. Mereka mendirikan
sekolah-sekolah, rumah sakit, dan panti asuhan yang tidak membeda-bedakan suku,
agama, atau ras.
Bahkan setelah kemerdekaan, Gereja Katolik secara
tegas mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ada banyak tokoh Katolik
yang menjadi pahlawan nasional, seperti Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ,
yang dikenal dengan moto-nya yang terkenal, "100% Katolik, 100%
Indonesia." Moto ini menjadi pegangan bagi seluruh umat Katolik di
Indonesia, menegaskan bahwa iman Katolik tidak bertentangan dengan
nasionalisme. Justru, iman menguatkan untuk mencintai tanah air.
Santo Yohanes Paulus II pernah berkata : “Semakin
seseorang menjadi Kristen sejati, semakin pula ia menjadi manusia sejati.” Demikian
pula: semakin menjadi Katolik sejati, semakin menjadi warga negara Indonesia
yang sejati. Iman Katolik tidak mengurangi kecintaan pada tanah air.
Justru, iman yang sejati akan mendorong untuk mencintai dan melayani bangsa
dengan lebih tulus.
Kemerdekaan: Anugerah dan Panggilan
Dalam ajaran Gereja Katolik, kemerdekaan bukan sekadar
bebas dari penjajahan fisik atau politik. Lebih dalam dari itu, kemerdekaan
adalah anugerah Allah yang diberikan kepada setiap manusia agar ia mampu
memilih yang baik, hidup dalam kebenaran, dan melaksanakan kehendak Allah.
Dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK) 1731 dikatakan:
"Kebebasan adalah kuasa yang dimiliki manusia untuk bertindak atau tidak
bertindak, melakukan ini atau itu, dan dengan demikian melaksanakan
tindakan-tindakan yang disengaja atas tanggung jawab sendiri. Kebebasan adalah
ciri khas tindakan manusia."
Jadi, kemerdekaan bukan hanya hak, tetapi juga tanggung jawab. Umat beriman Katolik dipanggil menggunakan kemerdekaan itu untuk mewujudkan kebaikan bersama, membangun persaudaraan sejati, dan menjaga martabat setiap insan.
Dari sini, jelas bahwa bagi Gereja Katolik,
kemerdekaan adalah anugerah Allah yang harus dijaga dan dipertahankan.
Kemerdekaan bukan hanya tentang kebebasan fisik, melainkan juga tentang
martabat manusia yang diciptakan seturut gambar dan rupa Allah.
Kemerdekaan Indonesia dalam Cahaya Iman Katolik
Ketika bangsa Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, itu bukan hanya peristiwa politik. Bagi
umat beriman, itu juga merupakan peristiwa rohani, tanda bahwa Tuhan berkarya
dalam sejarah bangsa ini. Dalam Kitab Keluaran 3:7-10 Allah membebaskan bangsa
Israel dari perbudakan di Mesir. Pembebasan itu adalah tanda kasih dan campur
tangan Allah dalam sejarah manusia. Demikian pula, kemerdekaan Indonesia bisa dilihat
sebagai buah dari perjuangan, doa, dan harapan umat yang percaya bahwa Allah
tidak tinggal diam melihat penderitaan umat-Nya. Gereja Katolik di Indonesia
ikut terlibat dalam perjuangan kemerdekaan. Banyak tokoh Katolik, baik klerus
maupun awam, ikut serta dalam membangun bangsa ini sejak awal berdirinya. Ini
menunjukkan bahwa Gereja tidak berdiri di luar sejarah bangsa, tetapi terlibat
aktif sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
Kemerdekaan dan Nilai-Nilai Injil
Kemerdekaan sejati menurut pandangan iman tidak hanya
sebatas bebas dari penjajahan, tetapi juga bebas dari ketidakadilan,
kemiskinan, kebodohan, korupsi, intoleransi, dan pelanggaran martabat manusia. Yesus
berkata dalam Injil Yohanes 8:32: "Kebenaran akan memerdekakan
kamu." Kemerdekaan sejati adalah ketika manusia hidup dalam kebenaran.
Artinya, tugas umat beriman setelah merdeka adalah mengisi kemerdekaan itu
dengan nilai-nilai Kristiani: kasih, keadilan, perdamaian, pengampunan, dan
solidaritas.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa setiap warga negara,
termasuk umat Katolik, harus menjadi "garam dan terang dunia" (Mat
5:13-16). Dalam konteks kebangsaan, semua warga negara dipanggil untuk menjadi
warga negara yang aktif, jujur, adil, dan berkomitmen untuk kebaikan bersama.
Kemerdekaan dalam Terang Ajaran Sosial Gereja
Lantas, bagaimana Ajaran Sosial Gereja memandang
kemerdekaan? Ajaran Sosial Gereja adalah pedoman bagi kita untuk
bertindak di tengah masyarakat. Ada beberapa prinsip utama yang sangat relevan
dengan makna kemerdekaan:
1. Martabat Manusia (Dignitas Humana): Setiap manusia diciptakan mulia di hadapan Tuhan.
Penjajahan dan penindasan adalah bentuk pelecehan terhadap martabat ini.
Kemerdekaan mengembalikan martabat itu. Oleh karena itu harus terus berjuang
agar setiap individu di Indonesia dapat hidup dengan bermartabat, bebas dari
kemiskinan, ketidakadilan, dan diskriminasi.
2. Kesejahteraan Bersama (Bonum Commune): Kemerdekaan tidak boleh hanya dinikmati oleh
segelintir orang. Kemerdekaan sejati adalah ketika seluruh masyarakat, tanpa
terkecuali, dapat menikmati kesejahteraan bersama. Semua dipanggil untuk peduli
terhadap sesama, terutama yang lemah dan miskin, agar tidak ada satu pun warga
negara yang tertinggal dalam menikmati hasil kemerdekaan.
3. Solidaritas dan Subsidiaritas: Kemerdekaan membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat. Solidaritas berarti merasa senasib sepenanggungan dengan sesama warga negara, tidak ada sikap egois. Sementara itu, subsidiaritas mengajarkan bahwa setiap masalah harus diselesaikan di tingkat yang paling dekat dengan masyarakat. Pemerintah hadir untuk membantu masyarakat, bukan mengambil alih semua tanggung jawab.
Prinsip-prinsip tersebut menjadi fondasi untuk mengisi kemerdekaan dengan tindakan nyata, bukan sekadar perayaan seremonial semata.
Kemerdekaan Spiritual: Merdeka dari Dosa
Selain kemerdekaan secara sosial dan politik, perlu direnungkan
juga kemerdekaan secara rohani. Kemerdekaan sejati adalah bebas dari dosa, dari
egoisme, kebencian, iri hati, dan ketidakpedulian.
St. Paulus menulis dalam Galatia 5:1: “Supaya kita
sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah
teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan.”
Maka gunakan momen kemerdekaan ini untuk membebaskan diri dari segala dosa dan kebiasaan buruk. Isilah kemerdekaan dengan hidup doa, pelayanan, dan kasih terhadap sesama. Karena bangsa yang besar bukan hanya dilihat dari kekuatan militernya, tetapi dari karakter rohani dan moral warganya.
Peran Umat Katolik dalam Membangun Bangsa
Gereja Katolik di Indonesia dipanggil untuk ikut serta
secara aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Semua warga Gereja
Katolik diajak untuk:
1. Menjadi pelopor persaudaraan sejati, melampaui sekat-sekat agama, suku, dan golongan.
2. Mengembangkan pendidikan dan karya sosial, seperti yang sudah lama dilakukan melalui
sekolah-sekolah, rumah sakit, dan karya karitatif lainnya.
3. Membangun budaya damai dan dialog, khususnya di tengah maraknya polarisasi sosial dan
intoleransi.
4. Berpartisipasi aktif dalam demokrasi, baik sebagai pemilih yang cerdas maupun sebagai pemimpin publik yang melayani.
Semua ini adalah bagian dari penghayatan iman Katolik yang kontekstual dan solider dengan bangsa.
Tantangan dan Panggilan Umat Katolik di Era
Kemerdekaan
Setelah 80 tahun merdeka, kita menghadapi
tantangan-tantangan baru yang harus dihadapi bersama. Tantangan-tantangan ini
bisa berupa:
· T antangan Ekonomi: Kesenjangan sosial dan kemiskinan masih menjadi pekerjaan rumah. Sebagai umat Katolik, dipanggil untuk terlibat dalam kegiatan sosial, karitatif, dan ekonomi yang berpihak pada kaum miskin.
·
Tantangan
Persatuan Bangsa: Sering kali, muncul
perpecahan yang dipicu oleh isu-isu suku, agama, dan politik. Kemerdekaan
mengikat semua warga negara dalam satu kesatuan. Semua dipanggil untuk menjadi
agen perdamaian, membangun dialog antar-umat beragama, dan menjunjung tinggi
Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
· Tantangan Lingkungan: Kemerdekaan memberi kita tanggung jawab untuk melestarikan alam Indonesia yang indah ini, bukan merusaknya demi keuntungan pribadi.
Maka, sebagai umat Katolik, yang dapat dilakukan untuk
mengisi dan mensyukuri Kemerdekaan adalah:
1. Menjadi Warga Negara yang Bertanggung Jawab: Patuh pada hukum, membayar pajak, dan berpartisipasi
aktif dalam pembangunan bangsa.
2. Menjadi Pembangun Persatuan: Menjadi jembatan yang menghubungkan berbagai
perbedaan, bukan tembok yang memisahkan.
3. Menjadi Pelayan Kaum Lemah: Berani membela kaum yang tertindas, menyuarakan kebenaran, dan mewujudkan kasih Kristus dalam tindakan nyata.
Umat Katolik diharap menjadikan perayaan kemerdekaan sebagai momen untuk merefleksikan kembali peran sebagai umat Katolik di tengah bangsa ini, untuk membuktikan bahwa kita adalah 100% Katolik, dan juga 100% Indonesia, yang setia membangun bangsa ini dengan cinta dan pengabdian.
Doa dan Harapan untuk Indonesia
Di tengah berbagai tantangan zaman—korupsi,
kemiskinan, krisis moral, dan perpecahan—janganlah membuat cemas dan putus asa.
Gereja selalu menanamkan harapan bahwa Tuhan setia mendampingi bangsa ini, sebagai
umat Katolik dipanggil untuk:
·
Mendoakan bangsa dengan
setia.
·
Mengedukasi generasi
muda dengan nilai-nilai iman dan kebangsaan.
· Terlibat dalam pelayanan publik dan karya sosial demi kemajuan bangsa.
Kemerdekaan adalah sebuah perjalanan, bukan tujuan akhir, sebagai generasi penerus bangsa tugasnya adalah untuk melanjutkan perjuangan para pahlawan dengan cara-cara yang relevan dengan zaman ini. Mengisi kemerdekaan ini dengan semangat Kristus, yaitu semangat cinta kasih, pengorbanan, dan pelayanan. Kemerdekaan adalah anugerah Tuhan, dan semua dipanggil untuk mengisinya dengan iman, kasih, dan tanggung jawab. Menjadikan kemerdekaan bukan sekadar simbol sejarah, tapi juga momentum untuk pembaruan hidup, baik secara pribadi maupun sebagai bangsa.
Semoga Tuhan memberkati bangsa Indonesia, memberkati
para pemimpinnya, dan memberkati setiap usaha kita untuk menjadikan Indonesia
rumah bersama yang adil, damai, dan sejahtera.
Dirgahayu Republik Indonesia, MERDEKA !!!
Komentar
Posting Komentar