MENJADI BAHAGIA DIHADAPAN TUHAN
Semua orang di muka bumi ini, selalu mendambakan kebahagiaan. Karena itu semua orang pun berusaha dan berjuang mencari, meraih dan mengharapkan agar kebahagiaan itu sungguh dialami dan dirasakan. Namun, ukuran dan nilai kebahagiaan bagi setiap orang tentu sangat berbeda satu dengan yang lain. Sering kebahagiaan itu diidentikkan dengan kekuasaan, kehormatan, ketenaran, kemolekan, kecerdasan atau kelimpahan harta dan rejeki. Ada pula yang merasa bahagia, kalau ia bisa berumur panjang, sehat sejahtera, dan sukses dalam berbagai usaha dan cita-cita yang diraih. Semua orang ingin bahagia. Semua orang mengejar kebahagiaan. Segala sesuatu yang dibuat 24 jam sehari, tujuh hari seminggu, adalah apa yang di percaya membawa kebahagiaan. Masalahnya, apa yang dipikir dan percaya membawa kebahagiaan itu tidak selalu membawa kebagiaan yang sejati dan kekal.
Menurut Yesus, yang berbahagia adalah yang miskin di hadapan Allah, yang berdukacita, lemah lembut, yang lapar dan haus akan kebenaran, yang murah hati, yang suci hati, yang membawa damai, yang dianiaya karena kebenaran atau yang dicela dan dianiaya karena nama Yesus. Ternyata, ukuran kebahagiaan menurut Yesus sangat jauh berbeda dengan ukuran manusia atau ukuran dunia ini. Sabda bahagia Yesus ini menjadi suatu bentuk pembalikan atau perlawanan budaya berdimensi rohani. Kebahagiaan yang dijanjikan dalam Sabda Bahagia Yesus dalam terang kaca mata Allah justru mau menggerakkan dan merangkum manusia dalam kasih yang hanya dapat dimengerti dan dialami dalam “kemiskinan rohani” dan dalam penerimaan ajaran-Nya dalam iman dan ketekunan untuk mengandalkan Dia sebagai penguasa dan pemilik kehidupan. Kata “berbahagia” ini menunjuk kepada kesejahteraan semua orang yang karena hubungan mereka dengan Kristus dan SabdaNya, menerima Kerajaan Allah yang meliputi kasih, perhatian, keselamatan dan kehadiran Allah. Maka “berbahagia” dapat dimaknai bahwa berbahagia dalam situasi apapun, baik itu miskin, berdukacita, lemah lembut, lapar, haus, murah hati, suci hati, membawa damai, dianiaya oleh karena kebenaran. Dan orang percaya yang sanggup melakukan hal-hal yang dikehendaki Allah, akan disebut orang-orang yang berbahagia dan mereka akan memiliki Kerajaan Allah. Bahwa kebahagiaan itu tetap ada apabila segala kesulitan itu dibawa dalam relasi dengan Tuhan sendiri. Itu berarti orang mempunyai iman yang mendalam yakni merindukan Tuhan setiap saat. Cintanya kepada Tuhan sangat besar sehingga yang muncul keinginan terus menerus untuk membahagiakan. Orang yang miskin di hadapan Tuhan adalah orang yang selalu merasa kurang untuk terus mencintai Tuhan. Demikian juga dengan ucapan sabda bahagia yang lain, yang memberikan pemahaman bahwa harapan akan cinta Tuhan menjadi kekuatan untuk menjalani seluruh kehidupan ini dengan baik.
Yesus dalam kotbah di bukit, menyatakan bahwa Ia sungguh menghendaki para pengikut-Nya memiliki kebahagiaan yang sejati dan kekal, kebahagiaan yang tak dapat diberikan oleh dunia. Keadaan “berbahagia” itulah yang disebut oleh Yesus berada dalam “Kerajaan Allah” atau “Kerajaan Surga”. Kedelapan Sabda Bahagia merupakan suatu program atau roadmap bagi siapa saja yang ingin mencapai kebagiaan dalam Kerajaan-Nya itu. Mengapa Yesus menganggap perlu untuk menetapkan petunjuk-petunjuk menuju kerajaan-Nya itu sejak awal pertama kali Ia mengajar murid-murid-Nya? Tentu karena ajaran-Nya itu amat penting. Setiap orang mencari kebahagiaan. Tetapi sering kali manusia mencarinya di tempat yang salah.
Manusia
melihat bahwa nilai-nilai yang ditunjukkan oleh Yesus dalam Khotbah di Bukit
sebenarnya melawan arus pada umumnya. Manusia tidak dapat menerima ajaran Yesus
ini dan pada saat yang sama mengikuti arus dunia. Tentu saja, Yesus tidak
menuntut agar manusia meninggalkan dunia ini. Tapi Dia menuntut agar manusia mengutamakan
Tuhan dalam hidup di karena hanya Tuhan yang bisa menjamin kebahagiaan dan
kedamaian sejati yang dirindukan. Tidak satupun di dunia ini yang dapat
memberikan kedamaian, dan tak satupun di dunia ini yang dapat mengambilnya. @memetjohan
Komentar
Posting Komentar