KASIH YANG MENGGERAKKAN


“Kemudian rasul-rasul itu kembali berkumpul dengan Yesus dan memberitahukan kepada-Nya semua yang mereka kerjakan dan ajarkan. Lalu Ia berkata kepada mereka, “Mari kita menyendiri ke tempat yang terpencil, dan beristirahat sejenak!” Sebab memang begitu banyaknya orang yang datang dan yang pergi, sehingga makan pun mereka tidak sempat. Lalu berangkatlah mereka dengan perahu menyendiri ke tempat yang terpencil. Tetapi pada waktu mereka bertolak banyak orang melihat mereka dan mengetahui tujuan mereka. Dengan mengambil jalan darat bergegas-gegaslah orang dari semua kota ke tempat itu sehingga mendahului mereka. Ketika mendarat, Yesus melihat orang banyak berkerumun, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka.” Mrk 6:30-34

Hidup sebagai seorang Kristiani merupakan suatu perjalanan berkesinambungan dari kehadiran manusia ke dalam kehadiran Allah, kemudian ke luar ke dalam kehadiran manusia dari kehadiran Allah itu, dan seterusnya. Irama atau ritme ini menyerupai ritme tidur dan bekerja. Ibaratnya seseorang tidak dapat bekerja kalau kita mempunyai waktu untuk beristirahat, dan kita tidak dapat tidur apabila kita tidak bekerja sampai merasa letih.

Ada dua bahaya dalam kehidupan ini. Yang pertama adalah bahaya karena kegiatan yang terus-menerus. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat bekerja tanpa mengambil waktu untuk beristirahat. Sebaliknya, tidak ada seorang pun yang dapat menjalani hidupnya sebagai seorang Kristiani apabila dia tidak menyediakan waktu-waktu tertentu untuk berada bersama Allah. Barangkali seluruh kesulitan dalam kehidupan ini adalah, bahwa kita tidak memberikan kesempatan kepada Allah untuk berbicara kepada kita, karena tidak tahu bagaimana caranya untuk menjadi hening dan untuk mendengarkan; kita tidak memberikan kepada Allah waktu untuk mengisi diri kita kembali dengan energi dan kekuatan spiritual, karena kita tidak mempunyai waktu cukup untuk menantikan Dia.

Kedua, ada bahaya juga kalau seseorang itu menarik diri terlalu lama. Devosi apa pun bukanlah devosi yang sejati apabila tidak berbuah dalam tindakan-tindakan kebaikan. Doa yang tidak diwujudkan dalam karya bukan doa yang riil. Ritme kehidupan Kristiani adalah pertemuan selang-seling dengan Allah dalam “tempat yang terpencil”, dalam keheningan atau katakanlah di “tempat rahasia” dan melayani sesama manusia di tengah dunia.

Sebagai makhluk sosial kita akan selalu berhubungan atau mengalami perjumpaan dengan orang lain. Sebuah perjumpaan pada umumnya dapat dibagi dua yaitu perjumpaan alamiah dan perjumpaan dialogis. Perjumpaan alamiah merupakan perjumpaan biasa. Contohnya perjumpaan seorang pembeli dan penjual, perjumpaan dengan sesama teman dalam suatu café atau warung kopi. Sementara perjumpaan dialogis merupakan perjumpaan yang melibatkan totalitas diri individu. Perjumpaan dialogis melahirkan emosi. Di sini emosi dimaksudkan dalam arti netral atau luas. Emosi tersebut bisa berupa dorongan moral dari dalam diri manusia. Dorongan moral yang menggerakkan sikap baik atau buruk terhadap objek atau orang yang dijumpainya. Ketika kita berjumpa dengan orang miskin, lemah, dan tersingkir di jalanan, emosi apakah yang timbul dalam diri kita? Apakah emosi kita bersifat biasa saja? Ataukah emosi yang mendorong bertindak melakukan sesuatu yang baik?

 

Satu pesan yang patut menjadi renungan kita adalah teladan Yesus yaitu ketika berjumpa dan berbelas kasih terhadap orang banyak, hati-Nya tergerak oleh belas kasihan kepada mereka. Kehadiran orang banyak menyandera hati Yesus. Kehadiran orang banyak mengundang sikap belas kasih dari dalam diri Yesus. Sikap belas kasih berlanjut pada tindakan konkret. Dari teladan Yesus tersebut, ada beberapa langkah proses: bermula dari perjumpaan, dilanjutkan dengan gerakan belas kasih, dan diakhiri dengan tindakan.

 

Bagaimana kita dapat mengambil hikmah dari teladan Yesus tersebut dalam kehidupan bermsayarakat? Kita sebagai umat beriman yang hidup dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang beraneka ragam agama, suku, ras, dan golongan, kita dipanggil untuk berjumpa dan berbelas kasih dengan semua orang, terutama dengan mereka yang lemah, miskin, dan tersingkir.

Kita Umat Katolik dalam kehidupan sehari-hari pasti berjumpa dengan banyak orang yang berbeda-beda latar belakangnya. Dari perjumpaan lahirlah sikap belas kasihan. Dari belas kasih timbullah aksi untuk bertindak dan berbuat sesuatu untuk kebaikan dan kesejahteraan bersama. Perbuatan tersebut dapat berupa kesediaan berbagi rejeki kepada mereka yang berkekurangan. Berbelas kasih dan bertindak bukan karena aturan dan bimbingan dari luar, tetapi karena iman bahwa Allah telah lebih dulu berbelas kasih kepada kita.

Kasih itu bukan hanya sekedar perasaan, melainkan tindakan nyata yang mampu menggerakkan hati dan mengubah dunia. Malam ini coba kita renungkan kembali tentang kasih yang menggerakkan. Kasih yang diajarkan oleh semua agama dan budaya, kasih yang mampu menyatukan manusia dalam perbedaan, dan kasih yang membawa damai di tengah perpecahan.

Kasih yang menggerakkan bukanlah kasih yang egois dan menuntut imbalan. Kasih ini tulus, tanpa pamrih, dan rela berkorban untuk kebahagiaan orang lain. Kita meneladani kasih ini dari Yesus Kristus, yang rela mati di kayu salib untuk menebus dosa umat manusia.

Kasih yang menggerakkan tidak buta terhadap kebutuhan orang lain. Kita tergerak untuk membantu mereka yang menderita, menolong mereka yang lemah, dan memberikan kasih sayang kepada mereka yang kesepian. Kita ingat perkataan Bunda Teresa, "Bukan jumlah perbuatan yang penting, melainkan cinta yang terkandung di dalamnya."

Kasih yang menggerakkan tidak hanya memberi bantuan sesaat, tetapi juga membawa perubahan yang berkelanjutan. Kita terdorong untuk menciptakan dunia yang lebih adil, damai, dan penuh kasih. Kasih yang menggerakkan adalah kekuatan yang mampu melampaui batas-batas ego dan diri sendiri. Ini bukan sekadar perasaan atau emosi sesaat, melainkan sikap yang membangkitkan tindakan nyata untuk kebaikan orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Ketika kasih menggerakkan, ia tidak terbatas pada kata-kata belaka, tetapi terwujud dalam perbuatan nyata yang memberikan arti dan manfaat bagi kehidupan orang lain.

Kasih yang menggerakkan mampu menembus lapisan-lapisan hati yang terdalam, menginspirasi orang untuk melakukan hal-hal yang luar biasa demi orang lain. Ia tidak terhalang oleh perbedaan atau ketidaksempurnaan, melainkan mampu melihat nilai dan potensi setiap individu. Pada akhirnya, kasih yang menggerakkan adalah pengorbanan tanpa syarat untuk kepentingan bersama. Ia mendorong untuk memberi tanpa meminta, mencintai tanpa meminta balasan, dan menyediakan tanpa memandang waktu atau kondisi.

Memahami makna kasih yang menggerakkan ini akan membangkitkan kesadaran akan kekuatan yang tersembunyi di dalam setiap diri kita untuk mengubah dunia dengan cara-cara yang sederhana namun penuh makna. Ketika kita terbuka untuk menerima dan memberikan kasih seperti ini, kita tidak hanya mengubah kehidupan orang lain, tetapi juga mengubah diri kita sendiri menjadi pribadi yang lebih baik.

Dalam kesederhanaannya, kasih yang menggerakkan adalah panggilan untuk berbagi, memberi, dan mengasihi tanpa pamrih. Ia menuntun kita untuk melihat keindahan dalam kebaikan hati dan kekuatan dalam kesetiaan tanpa syarat. Dan pada akhirnya, kasih yang menggerakkan memberikan arti sejati dalam hidup, memenuhi ruang kosong di hati kita dengan kehangatan dan kedamaian yang tak tergantikan.

 

Kita semua memiliki potensi untuk mewujudkan kasih yang menggerakkan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut beberapa langkah yang bisa kita lakukan:

· Mulailah dari diri sendiri: Praktekkan kasih dalam kehidupan sehari-hari, seperti membantu tetangga, tersenyum kepada orang lain, dan memaafkan kesalahan orang lain.

· Peduli terhadap orang lain: Berikan perhatian kepada orang-orang di sekitar kita, dengarkan keluh kesah mereka, dan tawarkan bantuan jika diperlukan.

·  Bergabung dengan komunitas: Bergabunglah dengan komunitas yang memiliki visi dan misi untuk membantu orang lain, seperti organisasi sosial atau keagamaan.

·  Berdonasi: Sumbangkan waktu, tenaga, atau harta benda untuk membantu mereka yang membutuhkan.

Marilah kita bersama-sama mewujudkan kasih yang menggerakkan dalam kehidupan ini. Tentu saja bukan perkara mudah, karena ego seringkali menjadi penghalang terwujudnya cinta kasih. Apalagi saat kebutuhan pribadi menuntut untuk dipenuhi juga, sehingga membuat kita mengabaikan orang-orang di sekitar kita. Hari ini Yesus mengajarkan belaskasih yang mengesampingkan ego pribadi. Hati Yesus tergerak oleh belas kasihan. Ia bertindak atau mengambil keputusan bukan hanya berdasarkan pertimbangan hukum belaka, tetapi karena belas kasih. Belas kasihan dalam diri-Nya, menjadi dasar bagi Yesus untuk mengambil tindakan nyata bagi orang-orang yang membutuhkan pertolongan-Nya. Belas kasihan membuat Yesus mengesampingkan ego-Nya. Kebutuhan-Nya untuk menyendiri dan beristirahat dikesampingkan, demi menjawab kebutuhan orang banyak.

Kasih yang tulus disertai dengan tindakan yang nyata, tidaklah mudah, karena butuh kedalaman kasih yang tulus, Refleksi bagi kita, apakah saat kita lapar, saat kita butuh istirahat, saat kita hanya punya uang pas-pasan, apakah kita tetap mau berbelas kasih kepada mereka yang sungguh membutuhkan pertolongan kita.

Belas kasihan adalah emosi manusia yang muncul karena penderitaan orang lain. Perasaan tersebut lebih kuat daripada empati dan umumnya memunculkan dorongan untuk mengurangi penderitaan orang lain. Dengan demikian, maka belas kasihan merupakan perasaan yang kuat dan mewujud melalui tindakan.

Belas kasihan yang ditampilkan oleh Yesus merupakan teladan yang baik bagi kita. Saat ini, kita hidup di tengah zaman yang sangat mengandalkan pikiran dan akal sehat. Walau demikian, kita tetap perlu mengasah kepekaan perasaan kita untuk mewujudnyatakan kasih bagi sesama. @memet_johan


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEMAKNAI PERTOBATAN ; BERUBAH DAN BERBUAH !!

PERTOBATAN MEMBAWA KESELAMATAN

KEBIASAAN BAIK UMAT KATOLIK