TANTANGAN HIDUP BERSAMA
Dalam Injil Matius
13:24-43 Tuhan Yesus dalam mau menyampaikan ajaran-Nya dalam perumpanaan
tentang gandum yang tumbuh bersamaan dengan ilalang. Bagi kebanyakan petani,
sistem pertanian yang membiarkan rumput/ilalang bertumbuh bersamaan dengan
tanaman adalah tidak biasa. Sebab hal itu akan mengurangkan hasil yang bisa
dipetik. Para petani akan selalu berusaha membersihkan atau mencabut ilalang
atau rumput yang mengganggu pertumbuhan tanaman sehingga dia bisa memberikan
hasil yang banyak. Maka kisah perumpamaan Yesus ini rasanya kurang pas atau kurang
cocok sesuai dengan yang dilakukan oleh para petani, Tapi di sini Yesus justru
mau menunjukkan beda standar yang digunakan Allah.
Bagi Yesus, perumpamaan
itu menggambarkan perlakuan Allah terhadap orang-orang berdosa atau orang-orang
yang tidak menerima pewartaan-Nya. Yesus mau menunjukkan kesabaran Allah itu
tanpa batas. “Biarkanlah
keduanya tumbuh bersama sampai musim panen tiba. Pada waktu itu Aku akan
berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah
berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam
lumbung-Ku” (Mat.13:30). Allah yang maha sabar itu senantiasa
memberi kesempatan sampai pada batas-batas yang paling jauh. Perumpamaan tentang
gandum dan ilalang yang dikisahkan Yesus itu membawa pesan bahwa kuasa dan
kasih Tuhan merawat dengan sabar, baik orang yang saleh maupun orang yang
berdosa, agar kelak bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa. Pemikiran
manusia sering kali terlalu cepat hendak membasmi orang-orang yang berdosa,
tetapi cara pandang Tuhan selalu membuka kesempatan agar mereka mengalami
pertobatan dan diselamatkan. Ia sungguh-sungguh mengadili dengan belas kasihan
karena ingin agar manusia kembali kepada-Nya.
Kalau boleh jujur, kita kadang bahkan mungkin sering memperlakukan orang lain sebagai ‘ilalang’ yang mengganggu kebersamaaan iman, sehingga kita cenderung mau membuat mereka tidak betah berada di lingkungan kita. Cara pandang seperti ini berlawanan dengan pesan Tuhan untuk belajar memberi kesempatan kepada orang lain karena mereka pun dipanggil menjadi pengikut-Nya. Kita perlu berhati-hati memperlakukan saudara-saudara kita yang pernah terluka atau berbuat dosa, sebab Tuhan menyayangkan segala-galanya.
Hari ini para murid memohon penjelasan kepada Yesus tentang perumpamaan ilalang diladang. Yesus memberikan jawaban bahwa ladang adalah dunia, benih gandum yang ditaburkan oleh-Nya dan benih lalang adalah iblis. Pada akhirnya, ilalang akan dicampakkan dan dibakar dalam tanur api abadi., sedangkan gandum gambaran orang orang benar, akan bercahaya bagai matahari dalam Kerajaan Surga. ilalang atau alang alang adalah sejenis rumput yang acap kali menjadi gulma yaitu tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan karena akan menurunkan hasil produksi. Ilalang yang dibiarkan pasti akan mendominasi dan menutupi ladang itu. Kita bisa membayangkan betapa jahatnya ilalang yang hidup diantara gandum, tanaman produktif untuk kebaikan ini. Dalam perumpamaan, gandum dan ilalang tumbuh bersama sama, Yesus melarang mencabut ilalang karena gandum dalam bahaya ikut tercabut. Lalu strategi apa agar “gandum” kuat dan tetap produktif sebagai saksi kebenaran iman, meski hidup diantara “ilalang“? Namun tidak ada yang mustahil dihadapan Allah. Bersama kehendak Allah, lewat kesaksian iman umat, ilalang penghalang dapat berbalik menjadi alat Juru Selamat. “Tuhan, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya” (Kej 34.6) Panjang sabar, Tuhan memberi waktu panjang agar yang jahat bertobat, Santo Paulus juga mengalami tranformasi dari musuh menjadi tangan kanan Allah. Maka kita harus benar benar menjadi anak anak Kerajaan yaitu umat yang selalu mencari Tuhan dan kehendak-Nya dan bersama Musa Baru yaitu Yesus Kristus, hidup dalam “Kemah Pertemuan” iman, dalam Sabda dan Ekaristi. Disinilah kita menjadi orang kuat karena Sabda itu bekerja dalam diri orang yang percaya. Ekaristi membangun relasi dengan sumber hidup ke-Allah-an Yesus yang menggerakkan Cinta Ilahi pada kita.
Poinnya adalah bahwa berjuang dan bertumbuh menjadi manusia yang baik, benar, dan berguna jauh lebih penting dari pada memikirkan “ilalang” (kejahatan, kesulitan, dan penderitaan). Oleh karena itu, jadikanlah Yesus sebagai andalan hidup.
Benih yang baik dan ilalang dipakai oleh Yesus untuk mengumpamakan anak-anak Kerajaan Allah dan anak-anak Si Jahat. Benih baik ditabur oleh Yesus, sementara benih lalang ditabur oleh Iblis, dan ladang ialah dunia. Sekalipun benih baik dan benih lalang tidak bernilai sama, namun pemilik ladang adalah Tuhan. Ia membiarkan kedua benih itu tumbuh bersama. Ia tidak memisahkan benih baik dari hambatan dan himpitan lalang. Pemisahan itu baru terjadi pada waktu menuai.
Jika dilihat dari sudut pandang logika umum, seharusnya Tuhan mencabut lalang sesegera mungkin sehingga gandum dapat bertumbuh dengan baik. Itulah saran para pekerja ladang. Tetapi, Tuhan membiarkan lalang dan gandum tumbuh bersama. Kalau ada orang yang gelisah karena orang baik dan orang jahat hidup bersama, perumpamaan ini bisa menjadi jawaban.
Kelihatannya
seolah-olah Tuhan membiarkan gandum dan lalang, baik dan jahat, hidup bersama.
Tentunya hal ini jangan membuat kita pesimis. Justru kondisi semacam ini
menjadi tantangan bagi kita dalam hidup bersama. Kalau kita adalah benih baik
yang ditaburkan oleh Tuhan, seberapa kuatkah kita dapat bertahan di tengah
himpitan lalang? Seberapa kuatkah kita dapat bertahan menjadi tumbuhan yang
menghasilkan buah yang baik? Ataukah kita mati terhimpit atau justru memilih
menjadi serupa dengan lalang yang tidak mengeluarkan buah? Sebagai orang
percaya, seberapa kuatkah kita tetap jujur dalam pekerjaan di tengah-tengah
ketidakjujuran? Sebagai jemaat Tuhan, seberapa besar peranan gereja menyuarakan
kebenaran di tengah dunia yang penuh tipu daya?
Yang dapat
kita maknai dari perumpamaan ini adalah kalau kita mengalami himpitan dalam
kehidupan, tetaplah bersyukur. Sebab kita berasal dari benih baik yang sedang
dihimpit oleh lalang. Mari bersama-sama berdoa dan memohon kekuatan dari Tuhan
agar kita dapat bertahan di tengah himpitan itu! Tantangan hidup bersama
kiranya tidak menyurutkan tekad kita untuk bertahan dalam iman, bertumbuh dalam
kebenaran, dan berbuah bagi Kerajaan Allah.
Bagi
saya pribadi, perbuatan si tuan ladang itu tidak biasa. Jika ilalang tidak
dicabut, maka nutrisi tanah itu pun akan terbagi dan hal itu akan membuat
gandumnya kekurangan nutrisi. Selain itu, umumnya ilalang adalah jenis tanaman
yang mudah menyerap nutrisi tanah dan mudah menyerang tanaman yang kita pelihara.
Namun, apa yang dilakukan si tuan ladang itu justru membuat saya berpikir lebih
jauh lagi. Nampaknya, itu bukan saja tentang pertanian tetapi juga gambaran
kehidupan nyata di dunia ini. Membiarkan ilalang bertumbuh bersamaan dengan
gandum hendak menggambarkan bahwa dalam kehidupan ini, yang jahat dan yang baik
itu bisa hidup bersamaan. Namun pada suatu ketika, akan tampaklah bagi kita
mana yang benar-benar baik dan mana yang benar-benar jahat.
Dengan
perumpamaan ini Tuhan Yesus meminta kita agar tidak terlalu mempusingkan diri
dengan hal-hal yang jahat karena justru akan menghalangi dan mengurangi
konsentrasi kita untuk berbuat baik dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan meminta,
bahwa kita, sebagai orang yang telah menerima benih yang baik dari pada-Nya, diminta
fokus untuk mengembangkan benih yang baik itu hingga kelak bisa menghasilkan
buah yang melimpah.
Hal
ini juga berlaku saat kita hendak menggapai suatu cita-cita. Jika kita banyak
menghabiskan waktu untuk memikirkan tantangan dan rintangan yang akan kita
hadapi, maka dengan sendirinya kita telah mengurangi waktu untuk meningkatkan
kemampuan terbaik dalam diri kita. Melalui perumpamaan ini, Tuhan mengajarkan
suatu sikap dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Sikap itu ialah bersabar
dan tekun berjuang. Kita ibarat gandum yang ditaburkan Tuhan di ladang-Nya.
Kita diminta berfokus pada pertumbuhan kebaikan di dunia ini agar bisa
menghasilkan buah melimpah saat musim menuai tiba.
Dalam hidup kita sering
kurang sabar dan mungkin putus asa, ketika menghadapi berbagai peristiwa yang
terjadi di sekitar kita, dengan berbagai argumen dan pertanyaan. Mengapa
kejahatan selalu ada. Mengapa orang jahat masih saja berlaku jahat dan seolah
dibiarkan hidup. Ketika para koruptor ditangkap, diadili dan dimasukkan ke
dalam penjara, selalu saja ada yang berani untuk melakukan kejahatan yang sama.
Ketika para pengguna dan pengedar narkoba dihukum mati, toh tidak mengurangi
dan membuat orang jera untuk melakukan kejahatan yang sama. Semakin saja bertambah
dan seolah semakin berani kejahatan-kejahatan itu terus meraja lela di
mana-mana. Di pihak lain juga ada orang-orang baik banyak menjadi korban dari
perilaku orang-orang jahat itu. Kita semakin tidak mengerti dan boleh jadi
menjadi putus asa dan seolah bertanya, mengapa Tuhan masih terus membiarkan
orang jahat itu hidup, dan bahkan banyak yang senang-senang menikmati hasil
dari kejahatannya.
Maka pesan bagi kita
adalah bahwa kita harus selalu bersyukur kepada Allah yang demikian bersabar
terhadap kita manusia. Bahkan kitapun mungkin pernah juga menjadi ilalang bagi
orang lain, tapi Tuhan masih memberikan kita waktu untuk kembali kepada-Nya.
Kita juga kiranya tidak terlalu cepat menghakimi orang lain, sebab hanya
Tuhanlah yang bisa menghakimi kita semua karena Ia mengenal kita masing-masing
dengan segala kelebihan dan keterbatasan, kekurangan dan dosa-dosa kita.
Dan hendaknya kita mempergunakan kesempatan yang Tuhan berikan kepada kita
sebaik-baiknya untuk membenahi hidup kita, untuk terus bertumbuh dan menghasilkan
buah berlimpah bagi Tuhan dan sesama. Tuhan sabar dan berharap karena
keselamatan mengatasi segalanya. Dengan bantuan rahmat-Nya, kiranya kesabaran
kitapun terus kita buktikan, kita wujudkan dan terapkan dalam hidup bersama
dengan yang lain. Dengan demikian, kesabaran mendatangkan berkat berlimpah
Dalam kehidupan kita di dunia ini, kalau kita sadari banyak sekali kontradiktoris nilai keimanan yang membingungkan. Dunia sering kali melawan nilai-nilai keimanan Katolik kita dan sering kali membuat kita berada dalam kebingungan. Apakah kita masih mau mengikuti ajak Tuhan? Apakah kita masih mau mengikuti jejak kakek-nenek kita yang jadi teladan perjuangan iman yang boleh kita saksikan? Perlu kita ingat, kehadiran kontradiksi itu sebenarnya bukan untuk diseimbangkan tetapi menjadi suatu penegasan bahwa sesuatu yang baik dari Allah sungguh terbukti baik adanya. Yang baik dan benar meskipun dipermulaan melewati kesukaran dengan airmata namun menuai sukacita pada akhirnya. Bertahanlah dalam iman seperti kakek-nenek kita sebab mempertahankan kebaikan dan kebenaran merupakan ciri manusia beriman. Jangan biarkan diri kita lepas dari Allah jika tidak ingin timbul akar pahit penyesalan di akhir hidup.
Di dunia ini, kebaikan dan
kejahatan selalu disandingkan, tetapi tetaplah pilih kebaikan. Segala kebaikan
yang berasal dari Allah sudah dan sungguh terbukti berkualitas dan pasti akan
menang dalam kehidupan kita. Ini terbukti dari kakek-nenek kita yang setia
memilih Kristus. Tuhan telah memberikan rahmat-Nya agar kita kuat melewati
segala macam tantangan sebab emas ditempa di dalam api. Ia ingin kita bukan
sekadar hidup tetapi tumbuh menjadi benih yang baik dan berbuah dan membantu
benih lain untuk tumbuh. Kita harus bersinar sebab kita adalah putra dan putri
Sang Terang.
Meskipun demikian, perjuangan untuk bertekun dan bersukacita untuk melakukan kebaikan, tidaklah mudah. Si jahat juga rajin membuat orang baik merasa lelah agar akhirnya menyerah, kalah, dan putus asa. Dengan berbagai strategi melalu tawaran yang nyaman, menyenangkan, memberikan mimpi yang serba indah kedepan, ia berusaha mengelabui dan menyesatkan manusia. Ini semua agar manusia membalikan hatinya dari Tuhan dan memilih yang jahat.Atas dasar itulah, setiap orang hendaknya jangan sampai beranggapan dirinya lebih baik atau lebih beriman daripada orang lain. Jangan sampai kita rajin menghakimi orang lain tetapi lupa mengoreksi diri sendiri. Terlebih lagi, kita kerap membandingkan diri dengan mereka yang dilabeli sebagai penjahat atau pendosa dan menganggap diri lebih baik dan saleh. Janganlah terjerumus di dalam liang kesombongan itu.
Mencermati bacaan Injil di atas tadi, ternyata bukan tugas kita untuk
mencabut ilalang, itu adalah tugas malaikat. Ada klaster-klasternya: klaster
Penabur, klaster benih, klaster musuh, klaster ilalang, klaster malaikat. Kita
termasuk dalam klaster benih baik. Maka tugas kita adalah terus bertumbuh
menjadi benih yang baik. Tentu saja ukuran dari benih yang baik adalah dengan adanya
buah-buah yang baik pula. Bisa jadi kita memang bertumbuh sebagai benih yang
baik, tetapi tidak mengasilkan buah. Kalau begitu, kita tidak berbeda dengan
ilalang yang menghambat benih yang baik (numpang hidup doang).
Bertumbuh sebagai benih baik yang menghasilkan buah bukanlah peristiwa
sekali jadi. Atau tidak mungkinlah orang tiba-tiba menjadi pribadi bijaksana.
Benih yang baik dibuktikan oleh waktu. Orang yang baik diuji oleh waktu, apakah
dia mampu bertahan lama, atau hanya sebentar saja. Kita diuji hingga akhir
hidup kita, apakah tetap memilih menjadi benih baik, atau beralih menjadi
ilalang.
Bertumbuh menjadi benih baik dimulai saat ini, besok, lusa, bulan depan, tahun depan, dan sampai akhir hidup kita. Menjadi tua itu pasti, menjadi orang baik adalah pilihan. Memilih menjadi baik itu mempunyai tentangan dan hambatan yang jauh lebih besar dibanding menjadi tidak baik. Ada begitu banyak kesempatan untuk menjadi tidak baik, dan itu tidak butuh waktu lama untuk belajar. Jauh lebih mudah dan nyaman untuk melanjutkan tidur pagi dari pada harus bangun dan memulai hari itu dengan bergerak. Lebih mudah mengeluarkan kata cacian dari pada pujian dan berkat untuk orang lain.
Ternyata
banyak sekali tantangan untuk hidup Bersama dengan orang lain, apalagi orang
yang “beda” dengan kita (beda agama, beda status sosial, beda suku dls) dan ternyata
kita tidak
dapat berbuat baik tanpa kekuatan dari Tuhan, maka ada beberapa latihan untuk
selalu menjadi benih baik yang berasal dari Tuhan.
Pertama, rajin mendekatkan diri pada
Tuhan dengan mengikuti perayaan Ekaristi dan bertekun dalam doa-doa pribadi.
Bangunlah komunikasi dengan-Nya.
Kedua, berusahalah selalu
berbuat baik terhadap sesama. Berbagi apa saja yang baik, adalah cara yang
paling tepat dan cepat, serta efektif, untuk merealisasikan kasih kepada
sesama. Contohnya, dengan waktu kita, tenaga, perhatian, kasih, harta, dan yang
paling berat adalah pengampunan kita. Dengan ini, kita akan mengetahui diri
kita pantas menyandang benih dari Allah atau tidak.
Ketiga, “Kesempatan baik jarang datang dua kali, tetapi kalau kejahatan datang berkali-kali dan terus-menerus”, maka perlu membiasakan dengan mengingat pepatah Yunani “Phantha Rai kai Uden Menei” yang berarti, air sungai yang mengalir tidak akan kembali, dan tinggal di tempat yang sama. Dengan demikian kita harus cepat menyambut, menanggapi, dengan tidak menunda-nunda kesempatan baik yang diberikan secara cuma-cuma atau gratis dari Allah, tetapi sebaliknya harus terus-menerus menolak tawaran-tawaran iblis kepada kita walaupun itu tampaknya nyata.
Marilah menjadi “ragi” positif. Tetap memberi pengaruh positif di mana saja,
kapan saja, di mana pun kita berada. Tidak ada tuntutan jabatan, gelar,
prestise, untuk jadi ragi. Tapi cukup, niat, motivasi, dan iman yang teguh maka
“ragi” bisa berkembang. Tetaplah menimba daya kekuatan Roh
Kudus untuk mampu memberi daya dalam mengembangkan semua rencana, niat baik,
dan pelayanan kepada masyarakat di mana pun kita berada sehingga berdaya guna dalam hidup ini. (memet_johan)
Komentar
Posting Komentar