EKSISTENSI TUHAN DALAM PUSARAN VIRUS COVID-19
Ketika pandemi Covid-19 berlangsung, orang bertanya: Di manakah
Allah? Mengapa Ia sepertinya diam? Malah ada yang mungkin berpikir bahwa Allah sedang mencobai umat-Nya. Ada
juga yang merasa bahwa semuanya ini
terjadi karena dosa manusia atau sikap serakah kita. Melalui pandemi, Tuhan
mengajarkan kepada manusia agar menyadari aspek-aspek yang hilang dari kesibukan mereka, salah satunya bahwa orang kurang memperhatikan dirinya
sendiri, sesamanya, dan bahkan Tuhan. Di saat dunia terus berjuang
menemukan vaksin
yang cocok untuk menangkal
covid-19 dengan segala variannya, harapan satu-satunya adalah Allah. Allah melampaui segala zaman,
Allah terus berjalan bersama umat-Nya dalam segala situasi; dan Allah setia berjuang bersama umat manusia. Dialah
sumber pengharapan kita agar berkat
penyelenggaraan-Nya, situasi yang memilukan ini dapat dipulihkan.
Dalam dunia Perjanjian Lama, Allah selalu menjadi harapan
dimulainya hidup yang baru. Kita bisa menemukan hal ini, misalnya, dalam kitab Hakim-hakim. Ketika orang
Israel baru menetap di Tanah Perjanjian, mereka
menaruh harapan kepada Tuhan agar menuntun mereka menjalani hidup yang baru. Namun,
mereka sering terlena, jatuh ke dalam
dosa, sehingga mendapatkan hukuman. Ketika mereka berteriak meminta pertolongan, mereka pun ditolong lagi oleh Tuhan. Pola seperti
ini terus berlanjut, terutama ketika orang Israel terlena
kembali dan men jauh dari Tuhan.
Kisah pembuangan menghadirkan juga contoh tentang
harapan yang besar kepada
Allah untuk dimulainya hidup yang baru.
Sebelumnya, orang Israel menjalani
keseharian hidup tanpa mau mendengarkan suara
Tuhan yang diwartakan melalui para nabi. Pada akhirnya mereka kalah, hancur, dan diasingkan dari tanah mereka
sendiri. Demikianlah mereka dibuang
ke Babel karena dosa-dosa mereka. Di saat seperti itu, dalam keadaan tidak berdaya, Allah menjadi harapan
satu-satunya bagi mereka untuk memulai
hidup baru. Warta seperti ini sering terungkap dalam kitab para nabi.
Allah selalu memberikan harapan akan hidup baru. Kehadiran Yesus ke dunia juga membuka wawasan dan
harapan akan hidup baru. Kedatangan
Yesus merupakan keinginan dan inisiatif Allah agar semua orang memperoleh kebahagiaan kekal. Jaminan akan keselamatan
kekal dinyatakan oleh
kedatangan-Nya. Harapan untuk memasuki langit dan bumi yang baru pun terbuka. Yesus sendiri bahkan sudah
memulainya dengan mewartakan kebaikan
agar di dunia pun orang sudah merasakan kebahagiaan hidup.
Pada masa pemulihan
pascapandemi ini, kita diajak untuk menggantungkan
hidup kita pada Tuhan. Dia yang melintasi segala zaman menjadi sumber harapan
bagi kita, umat-Nya, dalam melewati masa-masa sulit sekarang ini, sebab Dia
tahu mana yang terbaik, tahu juga akan masa depan yang terbentang di hadapan kita.
Sebagaimana Dia menemani para murid mengarungi danau yang
diterjang angin kencang (lih. Mat.
14:22-33), Dia juga pasti berjalan bersama kita melewati badai pandemi ini. Dia turut
menolong kita menghadapi
berbagai gelombang yang
menerjang iman kita; Dia mengarahkan kita kepada hidup baru yang lebih baik. Dialah satu-satunya
sumber harapan kita dalam menjalani hidup baru.
Selama pandemi, Allah kelihatan diam dan tidak menunjukkan kuasa-Nya, tetapi sesungguhnya Ia tetap bekerja
dan menuntun umat manusia kepada jalan keselamatan. Melalui Nabi Hosea, Allah meminta agar umat Israel
setia kepada-Nya. Ia sendiri setia kepada umat-Nya dan terus berupaya agar relasi kasih setia itu tidak putus.
Bagi Allah, yang terpenting adalah kasih setia, bukannya kurban
persembahan. Hidup yang baru adalah hidup yang dipenuhi dengan kasih satu sama lain karena
menyadari bahwa setiap pribadi dikasihi
Tuhan
Kemunculan virus Corona dengan segala variannya membawa dampak yang besar bagi umat manusia, di
antaranya berkenaan dengan pemahaman yang berbeda-beda tentang
penyelenggaraan Tuhan. Orang bertanya
tentang kasih dan kesetiaan Tuhan kepada umat-Nya. Apakah semuanya ini adalah kehendak Tuhan? Jika memang Tuhan yang mengatur semuanya, mengapa Ia menjadi
amat kejam? Di manakah kasih-Nya yang
luar biasa kepada umat-Nya sebagaimana yang selalu dijanjikanNya?
Berbagai pertanyaan tersebut lahir dari keinginan untuk mengerti akan situasi yang sedang terjadi. Orang menjadi putus
asa, sebab pandemi ternyata berlarut
larut tanpa kepastian
kapan akan berakhir. Berbagai cara kelihatannya sudah diupayakan secara
maksimal, namun situasi rasa-rasanya tidak kunjung membaik,
bahkan pada saat-saat tertentu menjadi kian rumit.
Sesungguhnya, Allah tetap hadir
di segala zaman, termasuk dalam situasi yang tengah kita hadapi.
Perikop yang akan kita dalami dari Kitab Hosea 6:1-6, mengungkapkan bahwa kasih
setia Tuhan itu selalu ada seperti fajar. Selain itu, Tuhan pasti datang
sebagaimana hujan mengairi dan
menyegarkan bumi. Gambaran seperti ini memberikan harapan kepada umat manusia bahwa Tuhan tidak
meninggalkan kita semua dalam situasi sulit. Ia tetap hadir. Pandemi
Covid-19 pun mesti dibaca secara baru dalam konteks kehadiran
Allah yang menyelamatkan. Memang janji dan kasih
Tuhan itu tak pernah berhenti seperti fajar di pagi hari
Allah tetap menunjukkan solidaritas-Nya dengan berjalan bersama kita dalam situasi ini. Ia juga hendak mengajarkan kepada kita untuk saling solider satu sama lain. Karena itu, melalui perikop ini, kita akan mendalami upaya meningkatkan solidaritas kita sebagai perwujudan dari ibadah kita yang sejati. Allah yang solider akan menjadi kelihatan melalui tindakan kita yang saling menolong dan memperhatikan satu sama lain.
Tuhan yang selalu berbuat baik
Tuhan tidak hanya meruntuhkan, tetapi Ia juga membangun. Tuhan tidak hanya menerkam, tetapi Ia juga menyembuhkan, bahkan
menghidupkan dan membangkitkan
agar kita hidup di hadapan-Nya. Tuhan setia pada janji-Nya, dan itu dilakukan-Nya terhadap
orang Israel.
Situasi pandemi membuat banyak orang merasa bahwa
Tuhan sedang menghukum
mereka. Hukuman ini nyata dalam keruntuhan berbagai hal dan kebiasaan, termasuk relasi sosial dan relasi
dengan Tuhan sendiri. Sendi-sendi kehidupan seakan runtuh
sepenuhnya. Tuhan terasa
begitu kejam dan tidak setia
pada kebaikan yang dijanjikan-Nya.
Meskipun demikian, kita semua pasti belajar banyak
dari situasi yang tidak menyenangkan ini. Dengan
berbagai cara, kita berupaya untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan
hal-hal yang tidak dapat dibuat lagi
dengan cara lama. Cara baru ditemukan dan diupayakan untuk diimplementasikan
dengan segera. Perlahan lahan, situasi baru tercipta dan orang menjadi
terbiasa dengan cara-cara
baru tersebut.
Itulah yang disebut dengan kebangunan baru. Pandemi mengajarkan
kepada kita hal-hal yang baru. Boleh jadi, melalui pandemi ini, Tuhan sedang berupaya menyembuhkan dunia kita yang tidak lagi ramah
karena keserakahan kita, atau Ia membalut dunia kita yang sedang terluka.
Kalau Tuhan sendiri melakukan hal seperti itu, kita pun diundang untuk meningkatkan solidaritas di antara
kita, agar kita semua bisa melewati situasi sulit ini bersama-sama. Karena itu, hendaknya
kita selalu peduli
dan saling memperhatikan satu sama lain. Jangan sampai
ada yang tertinggal atau dibiarkan sendirian.
Ternyata Tuhan tidak hanya setia pada kebaikan-Nya. Ia kiranya sedang menularkan kebaikan-Nya itu kepada
kita, agar kita saling bersikap baik terhadap sesama. Kita diajak untuk
meninggalkan sikap-sikap yang tidak mau peduli
terhadap orang lain, beralih kepada
cara baru un tuk saling membantu.
Perlunya mengenal Tuhan dengan sungguh-sungguh
Sehubungan dengan topik pertama di atas, kita semua juga diajak untuk benar-benar mengenal Tuhan. Bisa jadi selama
ini kita memiliki konsep yang berbeda atau dangkal
akan Tuhan. Konsep-konsep ini umumnya
lebih berorientasi pada kebaikan diri sendiri dan pemenuhan kebutuhan pribadi, padahal Rasul Yakobus menasihati kita bahwa ketika
kita berdoa dan doa kita tidak dikabulkan, mungkin
itu karena kita hanya berdoa
demi memuaskan hawa nafsu belaka.
Dalam situasi pandemi ini, iman kita benar-benar diuji. Ada yang imannya suam-suam kuku, sehingga secara
perlahan meninggalkan persekutuan dengan Gereja dan dengan
Tuhan. Ada pula yang merasa mendapat
kesempatan untuk tidak lagi dekat dengan Tuhan, sebab sebelumnya datang
menemui-Nya hanya karena
terpaksa atau demi solidaritas dengan orang lain.
Kelompok orang seperti
ini memiliki pemahaman yang keliru akan Tuhan. Ketika Tuhan dirasa tidak memenuhi kebutuhan mereka,
Ia mereka anggap tidak berguna.
Pandemi mengajarkan kepada kita untuk benar-benar mengenal Tuhan secara mendalam. Pengenalan yang baik akan menciptakan relasi yang positif.
Tanpa pengenalan yang cukup, orang tidak akan mengetahui dengan baik akan maksud atau keinginan dari pihak yang
dikenalnya. Pengenalan yang baik akan
Tuhan akan mengubah pola relasi dan akan meningkatkan relasi
seseorang dengan-Nya.
Yesus sendiri datang ke dunia untuk memperkenalkan wajah Allah yang penuh belas kasihan.
Kedatangan-Nya merupakan wujud nyata kasih
Allah kepada umat manusia. Penginjil Yohanes menulis, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya tidak binasa, melainkan
beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16). Hanya orang yang mengenal
Tuhan dengan baik yang akan mengakui kebaikan
dan kasih setia-Nya. Untuk
mengalami kasih Allah,
orang harus memiliki relasi
yang erat dan mendalam dengan-Nya. Karena itu,
kita diajak untuk benar-benar mengenal Tuhan, sehingga bisa semakin mencintai-Nya
Ketika kehidupan kita berjalan dengan baik serta penuh sukacita dan berkat yang
berlimpah seperti keluarga yang damai, karir atau pekerjaan yang menjanjikan,
serta kesehatan menjadi bagian hidup kita, maka kita sangat percaya bahwa semua
itu karena kasih setia dan kemurahan Tuhan. Lalu bagaimana jika sebaliknya
yakni hidup yang penuh dengan pergumulan, mengalami kelaparan atau kesulitan
ekonomi, dalam keadaan sakit, keluarga berantakan, hidup yang teraniaya. Apakah
Tuhan tidak sedang mengasihi mereka? Atau apakah kasih setia Tuhan tidak
tinggal dalam hidup mereka?
Sebagai
tanda syukur akan kasih setia Tuhan pada kita, maka Tuhan menginginkan kita
untuk :
a. Tinggal
dalam kasih Tuhan dan mengekspresikan kasih Tuhan dengan penuh sukacita Sebab
kasih dari Tuhan itu tidak hanya berisi ucapan, tetapi Tuhan wujudkan secara
nyata didalam hidup kita, Pemeliharaan-Nya, Berkat-berkat-Nya dan
keselamatan-Nya. Kitapun yang telah menerima anugerah kasih-Nya, tidak boleh
disimpan untuk diri kita sendiri, tetapi supaya kita bagikan dan salurkan juga
untuk orang lain. Karena dengan berbuat semua itu, maka Tuhan akan bersukacita,
yaitu dengan saling mengasihi. Jadi Kasih Tuhan yang melimpah dalam hidup kita
itu, harus dibagi kepada siapapun.
b. Selalu
rindu untuk hidup dalam Jalan dan Kebenaran TUHAN yang telah menyelamatkan
kita, “Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan
dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan
menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia.”
(Mazmur 25:4-5).
c. Mengingatkan orang lain untuk mengenal
Allah yang adil, setia dan benar, “Keadilan tidaklah kusembunyikan dalam
hatiku, kesetiaan-Mu dan keselamatan dari pada-Mu kubicarakan, kasih-Mu dan kebenaran-Mu
tidak kudiamkan kepada jemaah yang besar” (Mamzur 40:11).
d. Kasih
setia Tuhan adalah kekuatan dan sukacita kita menjalani kehidupan. Kasih setia
Tuhan adalah pengangan kita untuk tetap berpengharapan kepada Tuhan. Kesetiaan
kasih Tuhan tidak perlu untuk diragukan lagi, tetapi yang perlu untuk
dipertanyakan adalah kesetiaan kita kepada Tuhan. Karena betapa pun kotornya
diri kita, betapa pun tidak layaknya kita, Allah tetap mengasihi kita. Allah
tahu kita adalah orang-orang berdosa, orang-orang bebal, kotor dan jauh dari
setia, namun kasih-Nya tidak berubah. Allah tetap mengasihi saya dan kita
semuanya. Karena itu hiduplah dalam kasih setia Tuhan selamanya. (Memet_Johan)
Komentar
Posting Komentar