BONUM COMMUNE

 


Ada semboyan yang terkenal dari alm. Mgr. A. Soegijopranoto, SJ, yaitu “jadilah 100% orang Katolik dan 100% orang Indonesia”. Dalam semboyan ini dikandung maksud bahwa menjadi Katolik bukan berarti kita tercerabut dari akar kebangsaan kita lantaran mengikuti agamanya bangsa yang menjajah bangsa kita, tetapi menjadi Katolik rasa nasionalisme kita sebagai bangsa tidak dilunturkan, tetapi justru sebaliknya semakin dimurnikan.

 

Istilah Katolik dari bahasa Yunani catholicos yang berarti umum. Kata ini tidak saja menunjuk keterbukaan iman kristen bagi segala suku dan bangsa, tetapi juga sikap mau menghargai apa yang baik dan benar dalam suku-suku bangsa. Sebab, “Apapun yang baik, yang terdapat dalam hati dan budi orang-orang, atau dalam adat kebiasaan serta kebudayaan-kebudayaan yang khas para bangsa, bukan dihilangkan, melainkan disembuhkan, diangkat dan disempurnakan demi kemuliaan Allah untuk mempermalukan setan dan demi kebahagiaan manusia” (AG 9). Karena itu, Gereja Katolik tidak antipati terhadap budaya setempat, tetapi justru berusaha mengakarkan iman Katolik dalam budaya lokal. Tentu saja tidak semua budaya dari suku-suku bangsa itu sudah mencerminkan Injil, sebaliknya justru budaya tersebut harus diterangi dan dimurnikan dengan nilai-nilai Injil.

 

Menjadi Garam dan Terang Dunia

Dalam kehidupan bermasyarakat, Gereja Katolik memang bukan saatnya lagi tinggal di Menara Gading, yang bila dilihat dari jauh memang tampak mengagumkan, namun sulit didekati, apalagi diajak terlibat dalam gerak kehidupan sosial kemasyarakatan. Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa “kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang adalah sekaligus merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga”. (GS 26). Gereja mau tidak mau harus ikut prihatin dengan situasi masyarakat di sekitarnya, bukan hanya ketika memiliki kepentingan saja, tetapi keterlibatan itu harus menjadi nafas kehidupan Gereja di masyarakat luas. Yang diperjuangkan Gereja bukan semata-mata yang berkaitan dengan kepentingan orang Katolik, melainkan juga untuk kepentingan banyak orang. Gereja harus ikut memperjuangkan bonum commune, kesejahteraan umum/orang banyak. Maka ketika kita mnenyaksikan ketidakadilan, penyelewengan, pelanggaran hak asasi manusia, Gereja semestinya tidak tinggal diam (Gereja disini bukan berarti institusi, tetapi semua pengikut Kristus). Kita semua dipanggil untuk menjadi garam dan terang dunia (bdk. Mat 5:13-16). Sebagai garam, kita diajak untuk membuat enak dan sedapnya hidup bermasyarakat. Sebagai garam, kita mesti mengawetkan kehidupan, mencegah masyarakat dari kebusukan dan kebobrokan. Sebagai terang, kita diharapkan bisa menjadi pelita yang mampu memberikan harapan di tengah kegelapan dunia.

 

Bekerja dengan orang yang memiliki bonae voluntatis untuk bonum commune

            Membangun Kerajaan Allah berarti membangun situasi masyarakat yang sungguh dipimpin dan dirajai oleh kehendak Allah sendiri. Dimana ada kejujuran, kebenaran, keadilan dan kasih, disanalah Kerajaan Allah bertumbuh kembang. Membangun Kerajaan Allah di masyarakat terkadang membuat kita ragu: bisakah semuanya itu diupayakan mengingat kita ini kan minoritas, jumlah kita sedikit? Bila kita berpikir bahwa itu akan kita lakukan sendiri, semuanya memang tampak mustahil. Justru disinilah kita diharapkan mau bekerja sama dengan semua orang yang berkehendak baik (memiliki bonae voluntatis). Di luar Gereja, masih begitu banyak orang memiliki kehendak baik, kendati mereka ini bukan sebagai pengikut Kristus, mereka juga merindukan terwujudnya satu kehidupan yang damai dan sejahtera. Banyak orang menginginkan bahwa kedamaian, kejujuran, kebenaran, keadilan dan kasih terwujud di masyarakat, dengan mereka-mereka inilah kita bisa bekerja sama untuk mememperjuangkan terwujudnya bonum commune.

 

Keterlibatan konkret kita

            Kita tahu bahwa Kerajaan Allah merupakan misi seluruh Gereja, bukan hanya para rohaniwan (kaum tertahbis), namun pewartaan Injil dan pembangunan Kerajaan Allah oleh kita kaum awam memiliki ciri yang khas dan sangat efektif, sebab awamlah yang setiap saat selalu bersentuhan dan bergaul dengan masyarakat luas. Bukan dengan tulisan atau kotbah di mimbar, melainkan dengan kehidupan konkret di masyarakat. Kesaksian hidup inilah yang mempunyai daya pengaruh yang kuat, luas dan tahan lama untuk membangun Kerajaan Allah. Keterlibatan konkret ini dapat diwujudkan dengan berbagai hal, antara lain :

1.   Terlibat dengan kegiatan di tingkat RT, termasuk rela dan mau manakala ditunjuk sebagai pengurus.

2.   Terlibat dalam forum dialog antar umat beragama.

3.   Terlibat dan bila mungkin memprakarsai kegiatan sosial bersama di masyarakat.

4.   Atau terobosan bentuk kerjasama lainnya, yang sesuai dengan kebutuhan setempat.

 

Dengan berbagai keterlibatan konkret kita, akan semakin nampaklah karakter kita sebagai orang kristiani. Dengan tanpa mengedepankan kata-kata dan bendera ke-katolikan kita, tetapi nilai-nilai cinta kasih sebagaimana yang diajarkan Kristus nampak dalam tindak kepedulian kita terlibat dalam kehidupan bersama di masyarakat. Akhirnya semoga tulisan ini akan dapat memberikan inspirasi bagi warga Gereja untuk semakin aktif dan kreatif melibatkan diri dalam kehidupan sosial. (memet_johan)


Catatan :

1.    AG : Ad Gentes (Dekrit tentang karya misioner Gereja)

2.    GS : Gaudium et Spes (Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam dunia modern)

3.    Bonum commune (bhs. Latin) : berkehendak baik

4.    Bonae voluntatis (bhs. Latin) : kesejahteraan orang banyak




Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEMAKNAI PERTOBATAN ; BERUBAH DAN BERBUAH !!

PERTOBATAN MEMBAWA KESELAMATAN

KEBIASAAN BAIK UMAT KATOLIK