BERIMAN

 


    Iman adalah jawaban manusia kepada Allah yang telah mewahyukan Diri kepada manusia. Bila iman itu sebuah jawaban, maka untuk beriman diperlukan adanya sebuah keyakinan bahwa Allah itu ada dan Dia menghubungi manusia. Mengakui bahwa Allah itu ada tidak hanya dengan pikiran, tetapi juga dengan kehendak dan perbuatan. Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa berarti mengakui bahwa Tuhan itu penting, tanpa Dia manusia tidak dapat berbuat apa-apa. Atau dengan kata lain, bagi orang beriman, segala kemampuan yang dimilikinya diakui juga sebagai kemampuan yang berasal dari Tuhan. Tuhan memberi arti bagi seluruh kehidupan.

    Manusia yang beriman adalah manusia yang memiliki iman. Kenyataan beriman ini bila dimengerti dengan pikiran manusia berarti menganggap Allah dan pernyataan tentang Allah itu sebagai kebenaran. Misalnya; ‘Allah itu mencintai manusia’. Bagi orang beriman, pernyataan tentang Allah itu dianggap benar. Juga kalau orang beriman itu sedang mengalami kesengsaraan, dia tidak mengubah pikirannya: meskipun dia menderita sengsara, dia tetap percaya bahwa Allah mencintainya. Kesengsaraannya tidak mengubah pikirannya. Kebenaran bahwa Allah mencintai tidak goyah meskipun orang beriman itu sedang dalam keadaan sengsara, dalam kehidupan yang tidak ditunggui cinta. Dalam kesengsaraannya itu dia mencari makna, apa artinya cinta Tuhan dalam kesengsaraan yang dialaminya. Dalam hal ini pernyataan bahwa ‘Tuhan itu baik’ disebut sebagai kebenaran iman. Di sini orang beriman harus berkata : ‘Aku percaya bahwa Tuhan itu baik”.

    Kenyataan beriman itu bila dipahami dari kehendak manusia berarti kemauan atau kerelaan hati untuk menyerahkan diri kepada Allah. Dengan beriman, manusia dituntut untuk menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Di sini manusia beriman berkata : ‘ Aku percaya kepada Tuhan’. Hati manusia beriman diarahkan kepada Tuhan. Inilah yang disebut dengan istilah IMAN KEPERCAYAAN. Manusia percaya bukan pertama-tama tentang apa, tetapi manusia percaya kepada siapa.

    Kebenaran iman dan iman kepercayaan itu seharusnya merupakan dua hal yang saling melengkapi, sehingga manusia beriman dapat mengucapkan : ‘Aku percaya kepada Tuhan yang baik’. Dia memang menyerahkan dan mempercayakan diri seutuhnya kepada Tuhan yang memang benar-benar baik.

    Bagi orang Katolik, kebenaran iman itu tidak perlu diragukan lagi. Bagi orang Katolik, dikenal sebuah kebenaran pokok, yaitu bahwa Allah itu baik, Dia menjadi Bapa bagi manusia. Kebenaran itu dinyatakan oleh Yesus, tidak hanya dengan ajaran, tapi disertai perbuatan dengan menyerahkan diriNya setuhnya demi kebenaran yang telah dinyatakanNya. Ketika Yesus menyatakan bahwa Allah adalah Bapa bagi manusia, Dia tunjukkan kebenaran pernyataanNya itu dengan belaskasih yang biasanya ditunjukkan oleh figur seorang Bapa; mereka yang sakit disembuhkan, yang lapar diberinya makan, yang berdosa diampuni, yang tersesat/hilang dicariNya. Tetapi semua perbuatanNya itu dianggap mengancam orang-orang yang berkuasa pada jamanNya, yaitu mereka yang memiliki kuasa di dalam bidang agama; orang Farisi dan ahli taurat. Tetapi Yesus tidak berhenti karena tentangan dari mereka. Dia terus mewartakan kebenaran. Tokoh-tokoh agama itu lalu mengatakan bahwa Yesus menghojat Allah, maka Dia pantas mendapat hukuman mati. Karena saat itu mereka hidup terjajah oleh bangsa lain (bangsa Romawi), maka Yesus dilaporkan sebagai oknum yang merupakan calon kuat untuk mengadakan pemberontakan. Maka akhirnya Yesus harus mati sebagai orang yang dihukum karena kesalahan politik. Kematian Yesus ini bagi orang beriman merupakan jaminan bahwa yang diwartakanNya adalah benar adanya, karena yang menjadi jaminan adalah hidup Yesus sendiri yang secara penuh telah diberikan untuk manusia. Dengan wafatnya Yesus, bangkitlah satu keyakinan bahwa segala pewartaan kebenaran yang telah dilakukan menjadi dasar hidup bagi manusia yang percaya kepadaNya. Itulah arti kebangkitan Yesus. Dia terus hidup di dalam hati orang beriman sebagai jaminan bahwa Allah adalah Bapa yang baik bagi manusia. Orang beriman lalu mendasarkan perbuatan dan tingkah lakunya berdasarkan kebenaran yang dipercayainya itu. Dia lalu harus mencintai sesama manusia sebagai saudaranya, karena sesama itu merupakan saudara se Allah-Bapa.

    Beriman itu bukan hanya mengetahui atau menganggap benar suatu kebenaran, tetapi sekaligus juga menginginkan kebenaran itu sebagai hal yang baik, yang diusahakan untuk dicapai, yang dirindukan – yang diusahakan dengan penyerahan diri. Dengan beriman yang benar semuanya akan berujung pada kepemilikan sikap dimana manusia harus menata tingkah lakunya sesuai dengan kebenaran yang diimani dan dianggapnya baik. (memetjohan)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEMAKNAI PERTOBATAN ; BERUBAH DAN BERBUAH !!

PERTOBATAN MEMBAWA KESELAMATAN

KEBIASAAN BAIK UMAT KATOLIK