KEMANUSIAAN YANG MEMPERTANYAKAN DIRI
Memandang keadaan
sekeliling yang penuh dengan berbagai opsi-opsi kehidupan yang berakibat pada
adanya gerak dinamika kehidupan manusia, akan diemukan satu kenyataan bahwa
dunia ini ditandai oleh kekerasan dan penggagahan dalam segala dimensi serta
sektor kehidupan. Kemanusiaan digagahi oleh arus informasi yang sudah
dimanipulasi serta berinterest. Kemanusiaan dirobek oleh berbagai ideologi yang
saling berebut kebenaran serta kemenangan dalam memperjuangkan nasib manusia.
Kemanusiaan ditindih oleh mekanisme akumulasi kekuasaan atau penguasaan baik
secara politik, sosial serta ekonomis maupun dalam hubungan-hubungan pergaulan.
Kemanusiaan sedang tergila-gila kepada kemampuan intelek dengan buah-buah ilmunya.
Kekerasan yang memecah belah hidup manusia
Dari segala penjuru kemanusiaan mengalami
dan dihadapkan kepada kekerasan (violence),
baik yang sifatnya spontan maupun secara sistematik-legal. Pada dasarnya tindak
kekerasan itu tidak adil dan menghancurkan kemanusiaan. Idiologi, ilmu dan
tehnologi serta berbagai sistem kehidupan ternyata mempunyai potensi menghancurkan
peradaban dan membuahkan hasil yang berlawanan dengan janji yang ditawarkan.
Akibat yang paling terasa ialah bahwa umat
manusia semakin terpecah, saling mengalienasi atau mengucilkan. Kemanusiaan
mengalami situasi rancu yang mudah menjadi proses penghancuran diri. Kejahatan
manusia masa kini menurut Jose C Blanco ialah hidup yang terpecah-pecah dan saling mengucilkan, sedangkan menurut
Paus Yohanes Paulus II dosa manusia masa kini ialah tiadanya kepedulian sosial antara sesama manusia. Dan itu merupakan
sumber dari segala kemalangan manusia masa kini. Patut direnungkan akan kebenaran-kebenaran
pernyataan tersebut di sekitar lingkungan hidup terdekat, dengan harapan akan semakin mampu menedengarkan dan menemukan apa sesungguhnya
yang sedang terjadi di dalam sanubari manusia.
Menghadapi kenyataan kesesakan serta
kepekatan hidup manusia, yang seolah kehilangan pegangan serta idealisme hidup
ini, mungkin akan ditemukan suatu dimensi real hidup ini, yaitu kenyataan
kemiskinan manusia yang radikal, ketidakberdayaan manusia berhadapan dengan
berbagai macam tindak kekerasan. Ada kalanya dirasakan mungkin menjadi suatu
kemustahilan menjadikan yang sudah terpecah serta terpisah ini bertemu dan
menyatu. Namun kiranya bila orang dalam kedamaian serta keheningan hati mampu
menyadari serta merasakan bahwa pada hakikatnya seluruh kenyataan ini
dipersatukan oleh ‘kenyataan’ yang satu,
kendati segala permusuhan ada dalam keberadaan manusia, mungkin disana akan
sampai pada suatu pernyataan yang membuahkan harapan. Pernyataan itu ialah
apakah ada kebenaran? apakah ada kebaikan? apakah ada keindahan dalam
keberadaan manusia serta seluruh alam semesta ini? Bila ini memang ada, kiranya
di sana ditemukan suatu jalan untuk kembali mencari dan menemukan solusi atas
kemelut hidup manusia.
Kekuatan kebenaran, kebaikan dan keindahan
hidup dan seluruh eksistensi inilah yang kiranya memancarkan daya tarik kepada
manusia manapun juga untuk memperjuangkan agar tetap terpelihara. Namun masalah
berikut bukanlah sekedar perdamaian serta kesatuan antar umat manusia,
melainkan juga antara manusia dan dunia dan lingklungan hidup. Maka pernyataan
berikut ialah apakah manusia tidak merasa terpanggil untuk mempertahankan
kebenaran kebaikan dan keindahan hidup dengan segala unsur-unsurnya. Pengalaman
menunjukkan bahwa mempertahankan kebenaran, kebaikan dan keindahan yang
terkandung dalam manusia serta ciptaannya tidaklah cukup hanya didasarkan pada salah satu segi
atau dimensi kenyataan atau pula secara parsial. Kalau demikian, keterpecahan
serta keterpisahan semakin terasa tak akan dipertemukan titik temunya.
Kepekaan religius.
Dalam perspektif totalitas realitas itu,
kiranya ada pertanyaan lanjut, ialah apakah manusia masih memiliki apa yang
disebut kepekaan religius? Artinya kemampuan yang tajam untuk merasakan dan
menangkap bahwa keberadaan hidup dan dunia ini mengandung makna yang dalam
tidak hanya untuk orang perorang tetapi untuk seluruh bangsa manusia. Dengan
kata lain, dalam realitas ini tersembunyi realitas lain yang tersembunyi
realitas lain yang dalam dari yang nampak secara langsung. Disinilah
dipertanyakan soal kepekaan manusia akan simbol serta tanda dari suatu
kehadiran yang komunikatif dalam ‘diam
tanpa kata-kata’. Suatu kehadiran yang aktif kreatif dalam alam semesta
masuk di dalam proses dinamis kehidupan menuju ke masa depan yang sama. Suatu
kehadiran yang bisa merupakan sumber menghidupkan, karena Dia sendiri hidup, misteri
hidup yang merupakan hasil komunikasi dari kahadiran yang tanpa suara. Di
situlah manusia menemukan sumber yang menyatakan dalam kebenaran, kebaikan dan
keindahan. Tetapi agaknya justru di situ pulalah letak kesulitan manusia masa
kini. Kepekaan religius yang sedang mempertanyakan diri dihambat oleh
kecenderungan manusia untuk berfikir dan mendekati secara parsial. Karena itu
manusia dapat jatuh ke dalam parsialisme dan penjauhan diri dari sumber yang
mampu menyatukan dan mendamaikan.
Dari renungan intelektual serta kodrati
manusia tersebut, kiranya manusia dapat menemukan dasar yang sama untuk
berjuang demi perdamaian, karena manusia tidak memisahkan diri dari sumber
hidup dan keberadaannya. Dari situ manusia mampu membangun mistik kodrati, yang
berarti menyatukan seluruh kemampuan dan daya hidup untuk menjaga kesatuan
hidup dan bangsa manusia. Lebih jauh lagi, manusia dibuat mampu menemukan
kesatuan dengan seluruh alam semesta dan sesama manusia. Dalam pengalaman
puncak seperti itu, meskipun hanya sekejap tergores dalam kesadaran manusia,
terpancarlah satu kekuatan untuk mengembangkan kecenderungan serta kerinduan
asasi manusia, yaitu terbuka kepada daya tarik yang datang dari luar peristiwa
sehari-hari namun menyatu di dalamnya. Perdamaian sesungguhnya perlu dilandasi
oleh keterbukaan akan transendensi hidup, kepada realitas diri sebagai makhluk
religius, yang berkontak dengan Allah, apapun sebutannya dan pembahasannya.
Pengalaman akan misteri serta religiositas hidup inilah yang akan melahirkan dalam diri manusia rasa hormat dan penghargaan terhadap diri, hidup, sesama manusia dan seluruh alam raya ini. Hal inilah yang akan melahirkan rasa kesatuan dan solidaritas sejati antar sesama manusia bahkan dengan seluruh alam ciptaan ini, melahirkan kepedulain sosial antara sesama manusia dan merupakan titik temu bagi siapapun. Yang pada akhirnya manusia akan terhindar dari tindak kekerasan. (Memet_Johan)
Komentar
Posting Komentar